Opened
Label: BEGINNING DOESN’T ALWAYS START ON BEGINNING , bersambung , cerbung , cerita , curhat , karangan , love story
0
BEGINNING DOESN’T ALWAYS START ON BEGINNING
by: Number02
by: Number02
(opened)
Anak kecil itu tampak senang dengan balon yang habis di belinya tadi. Dia berlari dengan riang di taman itu. Balonnya tampak menari-menari seiring anak kecil itu terus membawanya. Anak kecil itu tidak tahu kapan dia harus berhenti. Dia masih belum tau kapan balon itu akan meletus. Dia terus membawa lari balon itu sampai ke pepohonan. Dia seharusnya berhati-hati jika ingin balonnya tidak meletus terkena ranting pohon. Namun nyatanya, balon itu pecah karena anak kecil itu tidak melihat adanya ranting di pohon itu. Terlalu asik membawa balon itu pergi sehingga balon itu pun pergi dengan cara yang tidak sempurna.
***
Fase hubunganku dengan Sekar boleh di bilang terlalu berhati-hati dalam bertingkah. Dalam fase ini aku jujur memang sangat takut bahwa karma itu ternyata masih ada dan hubunganku dengan Sekar berakhir sudah. Segala perbuatan dan perkataanku kali ini betul-betul sangat terjaga. Tidak ingin kecerobohan menggagalkan segalanya. Tapi haruskah seseorang yang saling mencintai melakukan ini? Apa yang dia pertahankan dari hubungan itu?
“Ren, dingin ya sekarang?”
“Iya ni Kar, emang cuacanya lagi begini”
“Tapi, isi hati kamu ga bakal dingin buat aku kan”
“Engga akan Kar, jalinan kasih kitalah batu bara dari kehangatan itu hehe”
“Apa sih kamu Ren, jadi malu,” Wajahnya yang ayu merunduk.
“Yaudah pulang yuk, udah malem juga nanti romo nyariin hehe”
“Hush romo romo, udah aah ga usah bawa-bawa Jawa Reno”
“Oke kita pulang”
Di mobil itu kami masih sempat untuk bercanda dan saling menunjukan kemesraan kami. Malam itu terasa hangat dengan tawa yang terdengar kedap di mobil itu. Mobil belum kunyalakan, aku menyempatkan untuk melihat wajah cantik Sekar dalam cahaya seadanya di basement ini. Senyumnya mencoba untuk menyeruak diantara sinar-sinar lampu basement itu. Pandangan matanya seakan mengundang untuk ku bisa lihat lebih dekat lagi. Tak terasa tanganku menggenggam tangan Sekar. Sekar pun memiringkan badannya untuk berhadapan denganku. Kumajukan badanku untuk bisa lebih dekat mencium aroma tubuhnya. Perlahan seiring pergerakan badannya rambutnya jatuh dengan lembut kebawah. Tangan kananku seraya memegang bahu Sekar untuk memberikan ketegasan atas perlakuanku itu. Matanya terpejam, kupindahkan tangan kananku ke dagunya yang tak bertulang itu. Kudekatkan lagi wajahku hingga ku merasakan hembusan nafasnya di bibirku. Bibir indahnya terbuka sedikit seakan menunggu sesuatu. Tangan kanannya semakin erat menggenggam tangan kiriku. Kecupan sayang itu mendarat di bibir Sekar. Kami merasakan aroma cinta yang tak terbendung di mobil itu. Gesekan badan kami di jok mobil membuat suasana semakin tegang. Lidahnya seakan bermain di langit-langit mulutku. Kami berpagutan dan saling memberikan serangan dan erangan. 5 menit lamanya kami melakukan cumbuan kecil itu. Serasa tak ingin melepas, bibir kami tetap saling menempel walaupun sudah tak ada kegiatan ciuman lagi. Basah, mesra dan hangatnya bibir Sekar seakan meninggalkan kenangan indah malam itu. Kupegang wajahnya dengan tangan kananku dan kuraih dahinya serta kecupan sayang terakhir malam itu mendarat di dahi indahnya. Selepas itu kami hanya tersenyum dan memulai perjalanan pulang di malam yang dingin itu.
Semua rasa ini seakan semakin membuatku yakin bahwa karmanya telah hilang. Kami sudah berciuman, dan semua itu dilakukan bukan karena terpaksa. Hasratlah yang menuntun kami di malam itu. Apa yang Sekar tawarkan sangatlah indah. Kebaikan hatinya menimbulkan cantik yang tak dimiliki oleh gadis mana pun di Jakarta ini. Kurang lebih 11 hari lagi untuk membuktikan bahwa karma itu telah hilang. Bagiku karma itu sudah hilang semenjak ciuman itu. Aku sudah tidak memikirkan karma itu lagi.
Semakin mendekati hari pembuktian karma itu kami saling mesra dan mencintai. Tidak ada kepalsuan di antara kita. Semuanya berjalan selayaknya hubungan kekasih yang lain. Kami melakukan apa yang pasangan lain lakukan. Perlahan meniti dengan tegas percintaan kami. Dengan hati-hati membawa hubungan cinta kami ke hari pembuktian karma itu. Untuk menghindari adanya kesalahpahaman di antara kami, aku menuruti apa kemauan dari Sekar. Semua itu bertujuan untuk menghindari perpecahan di antara kami dan juga menghindari karma itu.
***
***
Sekarang adalah hari terakhir dari 3 bulan karma itu. Kalau aku berhasi mempertahankan hubungan cinta dengan orang lain dalam waktu 3 bulan ini maka karma aku hilang, dan juga mantra penghilang karma itu mujarab. Aku pun juga tidak mengerti kenapa aku bisa mempercayai hal-hal klenik seperti itu. Aku hanya muak dengan gagalnya hubungan cintaku karena perbuatanku dulu. Kalau memang terbukti aku terlepas dari karma itu maka aku akan mencintai Sekar apa adanya sampai mati.
Rina masih belum tahu kalau aku sudah pacaran dan aku sudah tidak terkena karma lagi. Aku sudah bisa menjalin kasih dengan seorang gadis yang sangat cantik luar dan dalamnya. Arimbi Sekar Ungu adalah wanita sempurna yang awalnya hanya kujadikan kelinci percobaanku kali ini. Rina belum tau Sekar, mungkin jika Rina mengetahui bahwa Sekar seperti ini dia akan sangat setuju dengan hubungan kami.
Sebetulnya hari ini bukanlah hari jadi kami, tetapi karena aku sudah melewati penentuan karma ini maka aku ajak Sekar untuk nonton di bioskop. Kami memiliki kriteria yang hampir sama ketika sedang berada dalam teater. Kami sama-sama menikmati film sampai habis, ada pembicaraan tetaapi hanya sedikit, hal-hal tidak penting tidak kami bahas selama film berlangsung. Mungkin kami memang jodoh, karena kami mempunyai banyak kesukaan dan kesamaan.
(ketika film berlangsung)
“Kar, gatau kenapa hari ini aku seneng banget loh”
“Masa? Kamu kan seneng kalo deket aku haha”
“Ya emang sih, tapi lebih dari itu. Aku seneng banget Kar”
“Iya iyaa udah ah sayang nih filmnya ga di tonton”
“Siap ndoro putri! Hihi” Ku cium pipinya lembut.
“Duuuh ndoro ndoro, iya denmas haha”
Sebetulnya aku ingin memberitahukan ini kepada Sekar. Aku harus jujur dengan semua ini. Kalau aku menyembuyikannya dan dia tahu kabar ini bukan dari aku malah menjadi masalah. Oleh karena itu aku ingin sekali memberi tahu ini sebelum terlambat.
Lima hari sudah setelah pembuktian karma itu. Di hari ini aku berniat ingin memberitahu Sekar tentang kenyataan yang ada. Tapi aku tidak tega apabila dia sedih dan ingin meninggalkanku setelah kuberi tahu berita ini. Tapi ini akan lebih baik ketimbang dia tahu dari orang lain. Segala persiapan sudah aku siapkan. Aku sudah banyak latihan untuk percakapan hari ini. Semoga semuanya bisa terucap secara jelas dan tidak ada keraguan dalam ucapanku. Yang pasti semoga Sekar bisa mengerti walau pun aku yakin butuh penjelasan yang dahsyat untuk itu.
Sore itu di tempat kami berkenalan, aku sudah menunggu Sekar sekitar 5 menit. Aku gugup, tetapi aku tidak ingin memasang wajah yang panik dan gugup ketika Sekar datang. Kucoba untuk sesantai mungkin duduk di sofa kecil yang lembut di cafe itu. Alunan musik latin di coffee shop ini cukup membuatku rileks perlahan-lahan. Lampunya yang redup cukup untuk menenangkan jalan pikiranku sore itu. Tak lama kemudian Sekar datang. Wajahnya tidak seperti biasanya ketika ingin bertemu denganku, murung dan tak terarah. Ada apa dengan Sekar? Apa dia sudah tahu tentang kebenaran ini? Kalau iya? Apa yang harus aku perbuat nanti?
***
Pelukis itu nampak sedang mencari kembali inspirasi yang telah hilang dari genggamannya. Dia seakan menyalahkan pengendara motor yang suaranya membuyarkan dengan sekejap inspirasi pelukis itu. Semua perjuangan pelukis itu akankah harus sirna sekarang? Apakah pelukis itu hanya mampu menyelesaikan lukisan ini sebatas ini saja? Warna yang dikiranya cukup untuk menemukan jalan keluar dari lukisan itu ternyata tidak membantu sama sekali. Kanvas itu seakan penuh dengan kemauan erat pelukis itu. Terlalu penuh sehingga tidak ada ruang elastis untuk pelukis itu menuangkan lagi inspirasinya. Walau begitu, inspirasi dari pelukis itu pun juga hilang dengan begitu saja. Inikah akhir dari pelukis itu?
***
Sekar duduk, dan mencoba menghela nafas dengan mata yang tetap tertunduk kebawah. Aku mencoba bertanya sebisanya dan membuatnya tenang. Dia menatapku penuh cemas dan curiga. Alunan musik latin itu sama sekali tidak membantu mententramkan hati Sekar. Aku pun terbawa emosi dan keringat dingin mulai mengucur pelan di keningku. Apa ini? Ayo Sekar bicara...
“Ren, ini pembicaraan paling serius yang mungkin akan kita lakukan”
“Kami kenapa Kar? Ada masalah? Ceritain aja ke aku”
“Sebelumnya aku mau tanya, kamu percaya karma?”
Jedaaar! Ada apa ini? Kenapa dia menanyakan karma? Apa yang aku siapkan gagal begini saja? Kenapa dia bisa tau tentang masalah karma ini. Oke berpikir positif saja, mungkin dia hanya bertanta tentang karma tidak lebih.
“Iya aku percaya, ada apa emangnya?”
“Aku sebetulnya ingin memberitahukan ke kamu Ren. Sebelum kita menjalin kasih aku ingin menjelaskan ini semuanya. Tapi maaf aku baru ngomong ini sekarang”
“Ada apa Kar? Kamu kena karma?”
“Iya Ren, dulu aku sering deketin cowonya orang. Lalu aku setelah berniat tidak melakukan hal itu lagi, malah aku sudah dapet cowo. Sudah banyak kegagalan yang aku dapat ketika aku kenal sama cowo. Atau yang lebih parah cowonya malah celaka karena aku”
“Tapi itu mungkin aja memang kamu belum mendapatkan jodohnya Kar, kan sekarang ada aku”
“Itu dia, kamu Ren. Maaf, setelah mengalami hari-hari berat itu aku minta tolong ke pamanku untuk dicarikan bala karma di kitab primbon. Ternyata ada mantranya, namun jika ingin membuktikan bahwa mantra ini benar ampuh aku harus mencoba menjalin kasih selama 3 bulan dulu”
Umm, kenapa bisa sama? Rina mengatakan padaku waktu itu seperti ini. Apa Sekar adalah temannya Rina? Atau Rina kenal dengan paman dari Sekar? Ini semakin sulit
“Kamu tau Kar? Aku juga terkena karma sama kaya kamu”
“Loh, kamu ga mengada-ada kan?”
“Engga, persis sama kaya kamu. Aku diberi temanku mantra dan aku harus mencobanya selama 3 bulan untuk membuktikan bahwa mantra itu benar”
“Iya, kamu dapat dari siapa mantranya? Boleh liat kata-katanya?”
Ku buka buku catatan kecilku, “aku dapet dari temanku Kar”
“Temanmu bisa primbon juga?”
“Entahlah mungkin dia tau,” ku tunjukkan padanya mantra itu.
“Loh sama, ini yang ada di kitab pamanku Reno. Siapa nama temanmu?”
“Rina, kamu kenal?”
“Arina Rahardjo? Dia teman SMP ku Reenooo. Dia emang bilang lagi butuh bala karma waktu itu. Kami bertemu dan aku memberikan mantra ini karena aku juga terkena karma.”
“Jadi, kamu waktu itu berpikiran kalau aku sebagai kelinci percobaan kamu juga?”
“Iya, pertemuan kita di tempat ini waktu itu bukanlah tidak sengaja. Aku sudah melihatmu dari kejauhan waktu aku berteduh di tempat itu. Aku harus berebut dengan berlari untuk duduk di depanmu. Aku kira kamu adalah orang yang tepat untuk kujadikan kelinci percobaanku Reno. Maaf ya”
“Iya iya, aku tau aku juga berpikiran sama denganmu. Tapi aku mencoba untuk bisa mengenalmu lebih jauh sehingga ketika mantra itu benar ampuh aku bisa mencintaimu dengan tulus”
“Begitu ya, baik sekali niatmu Reno. Namun maaf, semua yang aku berikan kepadamu hanyalah cinta palsu.” Wajahnya yang ayu menampakkan ekspresi kesedihan.
“Kenapa? Aku sudah membuat yakin hatiku untuk bisa sayang dengan tulus denganmu, Kar. Aku kira kita sudah sama-sama tidak terkena karma lagi dan kita bisa menjalin hubungan ini.”
“Iya, aku tau. Tapi aku rasa kita tidak bisa berjalan dari hubungan ini Reno. Maaf, aku hanya improvisasi untuk bisa membalas semua perlakuanmu. Aku hampir saja terlalu dalam terlarut dalam arus kita ini. Tapi ini cinta yang terpaksa, aku ga bisa Ren. Maaf”
“Aku ga terpaksa kok Kar, aku sudah bisa menerima semua perlakuanmu. Ayolah perlahan kita coba memahami ini.”
“Tidak bisa, aku sudah mempunyai pria yang aku idamkan 3 bulan yang lalu. 2 minggu lalu aku sudah mengirimkan sinyal-sinyal untuk bisa menjalin cinta untuknya. Karena aku sudah sayang dengannya maka aku tidak tega untuk menjadikan dia sebagai kelinciku, maka aku memilih kamu sebagai kelinci itu.”
“Sekar.. yasudahlah. Aku akan mencoba mengambil hikmah dari semua ini. Sayang ya, semua pelajaran dari keluargamu tidak terbukti dengan baik kali ini. Wajah cantikmu dan indah perilakumu hanya sebatas ini Sekar.”
“Reno, maaf kita masih bisa berteman kok”
“Iya.” Ku balikkan tubuhku dan pergi menjauh dari tempat itu
***
Semuanya terbaca jelas, semua tanda baca itu seakan membuat semua tulisan ini menjadi jelas adanya. Kita mengaplikasikan sebuah seni dalam karya tulis yang tegas. Berbicara dengan setiap katanya. Tertekan dengan semua tanda seru itu, curiga dengan tanda tanya itu, penasaran dibalik tanda koma itu, serta merasa kurang cukup dengan titik itu.
Perpisahan
Perpisahan
Khalil Gibran
Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka,
sebab apa yang paling kalian kasihi darinya
mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan –
seperti gunung yang nampak lebih agung
terlihat dari padang dan dataranApa betul aku sudah terlepas dari karma itu, kenapa Sekar meninggalkanku dengan alasan yang sangat mengejutkan. Apa iya selamanya aku terkena karma ini. Karena bagiku karma ini belum berakhir. Tetapi karma ini harus dilupakan. Mungkin aku terlalu terbawa pikiran tentang karma ini sehingga itu selalu menghantui hari-hari tidak bersalahku. Karena tuhan akan selalu bersama pikiran umatnya. Maka aku yakin bahwa esok, sebuah kanvas baru siap diberi warna kembali.
Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka,
sebab apa yang paling kalian kasihi darinya
mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan –
seperti gunung yang nampak lebih agung
terlihat dari padang dan dataranApa betul aku sudah terlepas dari karma itu, kenapa Sekar meninggalkanku dengan alasan yang sangat mengejutkan. Apa iya selamanya aku terkena karma ini. Karena bagiku karma ini belum berakhir. Tetapi karma ini harus dilupakan. Mungkin aku terlalu terbawa pikiran tentang karma ini sehingga itu selalu menghantui hari-hari tidak bersalahku. Karena tuhan akan selalu bersama pikiran umatnya. Maka aku yakin bahwa esok, sebuah kanvas baru siap diberi warna kembali.
0 Response to "Opened"
Posting Komentar