Red In Black
Label: BLUE IS BETTER ONE , cerbung , cerita , karangan , love story
0
BLUE IS BETTER ONE
by: Number02
(turning signs)
Lalu lalang orang itu membuat langkah Rina menjadi sempit dan susah berjalan cepat. Di terobosnya barisan orang itu dengan sekuat tenaga. Di tengah panasnya hiruk pikuk terminal Kp Rambutan, Rina berusaha untuk mencapai bis yang akan di tumpanginya ke kampus. Rasa lelah itu terbayarkan ketika dia sudah sampai dan duduk di dalam bis kota itu.
Tiba-tiba dering hp nya berbunyi tanda ada pesan masuk.
Tiba-tiba dering hp nya berbunyi tanda ada pesan masuk.
Rina, mantra karma kemaren bukan buat tugas lo kan? Tapi buat Reno temen lo
Rina terkejut membaca pesan dari Sekar hari itu, bingung untuk menjawabnya dan penasaran bagaimana dia bisa kenal Reno.
Engga pp, nanti di kampus kita ketemuan. Gua mau ceritain Rin. Penting!!
Rina pun tak bisa konsentrasi mengikuti mata kuliah hari itu di kampus. Pikirannya tetap mengawang tentang pertanyaan bagaimana Sekar dan Reno bisa kenal?
Kar, lo di mana? Gua di kantin psikologi nih. Gua tunggu di sini
Iya sebentar, gua baru kelar kuliah
Tak lama kemudian Sekar datang dan mencoba untuk menjelaskan semuanya. Tentang karma yang di deritanya. Tentang bagaimana dia bisa mendapatkan itu dari pamannya. Serta bagaimana Sekar bisa bertemu dan kenal dengan Reno, bahkan sempat pacaran.
“Gitu Kar? Ih Reno juga nyebelin sih. Dia biasanya cerita kalo dia kenal sama siapa ke gue. Terus sekarang kalian gimana?” matanya melotot penuh tanya sambil menyendoki pisang goreng yang di belinya.
“Ga tau, waktu itu ketika dia keluar dari cafe gua coba kejar Rin. Tapi dia udah ga ada. Yaudah gua langsung balik deh ke mobil terus pulang. Sampe sekarang juga ga bbm an lagi.” gumamnya mengeluh.
“Coba nanti gua ketemu sama Reno dan ingin menjelaskan ini ke dia. Jadi kalian sama-sama buat percobaan dong ya? Cuma bedanya Reno udah terlalu sayang sama lo gitu?”
“Iya gua nyesel banget Rin, jadi gua sehari setelah itu balik lagi ke Dimas. Gua mencoba minta kejelasan sama dia, eh ternyata dia malah nolak gue.”
“Dimas anak Sastra Jerman itu? Kan dia kalo ga salah...” sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya di meja kantin.
“Gay.. iya kan?” bisik Sekar pelan seraya memperjelas kalimat Rina.
“Iya, lo ditolak karena dia alasannya itu pasti”
“Iya, dan gua sekarang nyesel. Gua mau ketemu Reno mau minta maaf sekali lagi. Tolong ya Rina..” sambil sedikit cemberut menunjukan sifat manjanya.
“Tenang, tenang mau kapan ketemunya? Gua atur deh gampang”
“Iya makasih Rinaa.. hehe”
Tak lama kemudian Sekar datang dan mencoba untuk menjelaskan semuanya. Tentang karma yang di deritanya. Tentang bagaimana dia bisa mendapatkan itu dari pamannya. Serta bagaimana Sekar bisa bertemu dan kenal dengan Reno, bahkan sempat pacaran.
“Gitu Kar? Ih Reno juga nyebelin sih. Dia biasanya cerita kalo dia kenal sama siapa ke gue. Terus sekarang kalian gimana?” matanya melotot penuh tanya sambil menyendoki pisang goreng yang di belinya.
“Ga tau, waktu itu ketika dia keluar dari cafe gua coba kejar Rin. Tapi dia udah ga ada. Yaudah gua langsung balik deh ke mobil terus pulang. Sampe sekarang juga ga bbm an lagi.” gumamnya mengeluh.
“Coba nanti gua ketemu sama Reno dan ingin menjelaskan ini ke dia. Jadi kalian sama-sama buat percobaan dong ya? Cuma bedanya Reno udah terlalu sayang sama lo gitu?”
“Iya gua nyesel banget Rin, jadi gua sehari setelah itu balik lagi ke Dimas. Gua mencoba minta kejelasan sama dia, eh ternyata dia malah nolak gue.”
“Dimas anak Sastra Jerman itu? Kan dia kalo ga salah...” sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya di meja kantin.
“Gay.. iya kan?” bisik Sekar pelan seraya memperjelas kalimat Rina.
“Iya, lo ditolak karena dia alasannya itu pasti”
“Iya, dan gua sekarang nyesel. Gua mau ketemu Reno mau minta maaf sekali lagi. Tolong ya Rina..” sambil sedikit cemberut menunjukan sifat manjanya.
“Tenang, tenang mau kapan ketemunya? Gua atur deh gampang”
“Iya makasih Rinaa.. hehe”
***
‘tuuut...tuuut...tuuut...tuuut...’ suara itu seakan membuat tidak nyaman gadis mahasiswi kedokteran ini. Air mata tetap bercururan meleleh dengan sangat deras. Isak tangisnya mengisi suara selain detektor jantung di kamar itu. Reno terbaring dan kepalanya di perban, di perban itu ada bekas darah yang cukup lebar. Di luar, Alif mencoba untuk menjelaskan kronologi kejadian kepada orang tua Reno yang sudah datang.
braak!
“oh lu Sa, lu yang nabrak Reno?” – kakak Reno masuk tanpa mengetuk pintu dan dengan wajah yang tegang.
“Eh kak Seno, iya kak maaf. Tadi mobil yang aku kendarai..” – terpotong oleh sautan kak Seno.
“Iya udah cukup, gua udah denger dari Alif tadi. Alif mau tanggung jawab kok. Dia sepakat bayar setengah dari pengobatan Reno karena memang bukan sepenuhnya dia yang salah. Orang kaya juga dia” – menggumam sambil mendekati adiknya yang terbaring lemah.
“Iya kak, dia orang berada. Kakak mau duduk?” – berdiri sambil mempersilahkan kak Seno duduk di kursi di kamar itu.
“Ga usah Sa makasih ga pp kok, mending lu apus dulu air mata lu tuh” – memberi beberapa lembar tissue kepada Salsa.
“Iya, hiks makasih ka..” – mengambil tissue sambil menahan tangis yang tak bisa berhenti.
“Lu sekarang pacaran sama Alif?”
“Hah? Engga ka, aku belum..”
“Oh belum bisa move on dari adek gua? Haha ya kan..”
“Haha apa sih ka, jelek bercandanya” – tawanya seakan datang dengan tiba-tiba dibalik tangisannya.
“Nah ini lu masih di sini ga ikut Alif pulang, jadi lu masih sayang sama Reno kan”
“Alif pulang? Lah gmn sih tadi kan bareng. Ya aku kan sedih kak”
“Yaudah yaudah, gampang nanti lu bisa ikut gue pulang. Gua pergi dulu ya nganter nyokap mau bawa keperluan Reno. Atau lu mau ikut? Sekalian pulang”
“Engga deh nanti gua pulang sendiri aja, gua di sini dulu sekalian nemenin Reno”
“Tuhkaan ciyee Salsa masih belum...bisa move on haha”
“Hehe engga kok kaa..”
Tangisnya berhenti, dia sendiri bersama Reno di ruang itu. Alif tiba-tiba sms katanya tadi dia keburu pulang karena ada perlu. Jadi tidak sempat pamit sama Salsa. Salsa tidak menggubris perkataan Alif. Dia mencoba mengelus-ngelus kembali pipi Reno. Kembali memunculkan memori lama yang hilang. Wajahnya kini sudah sangat dekat dengan Reno, di lihatnya wajah mantan kekasihnya ini dan mencoba ingin mengecup keningnya. Kecupan itu pun mendarat di kening Reno. Rasa sayang Salsa perlahan kembali muncul menunjukan ke agresifannya.
***
2 hari setelah Reno tabrakan
No, bisa ketemuan ga? Udah lama kita ga ngobrol nih..
PING!!!
PING!!!
Oke kalo lu emang lagi sibuk banget, tapi please ya jawab No, penting
Reno masih tergeletak diam tak berdaya di kamar itu. Suara detektor jantung itu masih menyala dan berbunyi. Reno sebeteulnya sadar, Cuma dia tidak bisa membalas bbm dari blackberry nya itu.
“kak Sen, itu bbm dari siapa?”
“Mana? Coba bentar gua liat” – mengambil hp nya Reno. “Dari Rina, gua baca nih?”
“Coba kak liat” – tangannya mengambil hp nya
Reno pun membalas pesan Rina, dan memberiatahukan bahwa dia sedang berada di rumah sakit karena tabrakan itu. Reno hanya bisa membalas sebisanya.
Ren, yaampun kamar berapa lantai berapa?
Lantai 4, ruang cendana 412 Rin
Oke gua besok kesana yah.
Suara itu, perasaan itu, imajinasi itu seakan terus mengalir di dalam raga seorang insan. Cinta tak akan bisa di tebak bagaimana alurnya. Cinta bukanlah sebuah benda yang dapat di sentuh. Cinta tidak akan pernah terdengar oleh telinga, tak akan pernah terlihat nyata oleh mata, tak pernah di rasa secara konkrit oleh sentuhan tangan, dan tak akan bisa di hirup oleh hidung kita. Cinta hanya akan tumbuh dan timbul di antara sinergi kebutuhan jasmani setiap insan yang di terimanya. Cinta bukan paksaan, tetapi cinta bisa memaksa setiap insan. Karena cinta, bisa datang dan pergi tanpa menghiraukan dari mana dia datang.
0 Response to "Red In Black"
Posting Komentar